Friday, September 8, 2017

Aku Fobia Sosial, Sebatang kara, Akankah Mati Sendirian Mengenaskan di Dalam Kamar

penderita fobia sosial sebatang kara

Padahal aku suka bergaul suka berteman, suka heboh2an suka ketawa2 tapi aku ga sanggup dg pikiran ku sendiri krn yg ku khawatirkan mmg sll terjadi dan akhirnya relasi ku dg orang lain terbatas, begitu2 saja, ga pernah berkembang ke arah lain. aku juga selalu minder ga pede dg diri ku sendiri, terutama dengan tampilan fisik ku.

Cara satu2nya utk bikin aku terima fisik ku dg melihat ada lagi orang yg jauh lebih buruk rupa dr ku, bahkan mrk tidak punya tangan, tidak punya kaki, lumpuh, bisu, buta, dsb. Kl aku walaupun begini setidaknya masih lengkap, aku bisa bicara, aku bisa melihat, aku punya dua tangan, aku punya dua kaki, aku masih bisa jalan, aku masih bisa gerak, aku masih bisa cari uang, dan pekerjaan ku cukup menggiurkan bagi banyak orang, masih dianggap beruntung dari segi pekerjaan, pekerjaan yg jadi rebutan banyak orang. Aku PNS.

Tapi dari segi hati aku sepi, kosong, beku, dingin, aku ga pernah bisa dekat yg beneran dekat dg orang lain, ga ada orang yg bisa masuk dalam duniaku. Aku pun sebatang kara, ga punya siapa-siapa. Ditambah lagi fobia sosial, makin lengkap penderitaan ku. Aku akan mati mengenaskan sendirian dalam kamar ku, tak ada yang tahu. Baru beberapa hari setelah jenazah ku mengeluarkan bau busuk baru orang tahu dan berusaha menguburku, setelah membobol pintu rumahku dan mendobrak pintu kamar ku.


Aku merasa diriku hina, tak pantas jadi perhatian orang, tak pantas jadi bagian dari hidup orang lain, tak pantas mereguk kebahagiaan dg orang lain. Aku punya dunia ku sendiri, yg cm aku ada di dalamnya. Aku berada dalam kubah yg tak bisa di tembus oleh siapapun. Kubah yang tercipta sendiri. Aku menyebutnya kubah, walau kadang aku juga merasa itu benteng. Aku nyaman di dalamnya krn aku merasa terlindungi.

Sudah sejak kecil aku seperti ini, awalnya ku kira aku sakit, tapi kemudian ku pikir tak ada salahnya jadi seperti ini, karena orang seperti aku hanya karena tidak mau disakiti dan menyakiti. Krn saat aku marah ketika aku disakiti aku merasa aku buruk sekali dan menyakiti dan membuat orang lain takut dg emosiku yg tinggi dan seram kl marah walau aku berhak untuk marah.

Walaupun iya sejak ku periksakan diriku ke psikiater 1 tahun lalu aku mengidap bipolar disorder tp ini bukanlah hal buruk yg merugikan orang lain, aku hanya ingin melindungi diriku saja dan melindungi orang lain dari amarah ku yg membabi buta bila terpancing. Dan diagnosa bipolar disorder itu jadi jawaban dari pergantian suasana hatiku yg tidak stabil selama berpuluh-puluh tahun sejak aku kecil, remaja.

Cemas berlebihan, terlalu memikirkan, menelaah dan menganalisa segala sesuatu berlebihan, over analisa, dan menyendiri. Otakku selalu bekerja, selalu merenung, berpikir, apapun dipikirin. Mulai dari tugas-tugas sekolah, kuliah, pertanyaan-pertanyaan ttg dunia, alam semesta, tuhan, agama-agama, kemanusiaan, hal-hal yg ku baca, bahkan sakit hati pada orang lain, masa lalu dan juga hal-hal yg mungkin terjadi di masa depan.

Yang paling bikin aku tersiksa yaitu mengingat2 sakit hatiku pada orang lain. Rasanya hati ini panas terus, kepala ini panas terus. Sampe rasanya hati ini sudah busuk dan hancur. Borok. Luka-luka lama yang terlanjur didiamkan hingga menjadi borok. Dibully, dihina, diejek, dilecehkan. Masa-masa sekolah dan kuliah yang menjijikkan.

Belum lagi ada yang iri pada ku, aku jadi seperti selebriti, apapun yang ku lakukan jadi pusat perhatian, jadi perbincangan. Walaupun prestasi belajar ku diakui dan dikagumi banyak orang aku tetap tidak bahagia. Saat itu aku belum seperti sekarang ini, secuek, sekuat dan setegas seperti sekarang ini. Aku berani ambil keputusan untuk menjauhi hal-hal yang bikin aku ga senang.

 Bahkan termasuk orang-orang yang bisa jadi penyakit dalam hidupku, walaupun itu anggota keluarga ku sendiri. Aku ingin bahagia, bukan menderita. Bukankah untuk sembuh dari penyakit cari tahu penyakitnya apa, letaknya dimana dan singkirkan? Seperti menghabisi kanker atau tumor, angkat dan buang.

Dan sekarang aku tenang, aku tidak mengharap orang baik sama aku, menyanjung aku, mencari perhatian mereka, masa bodoh dg itu semua. Aku tidak mau kecewa dari harapan-harapan semu. Aku sudah berpengalaman dengan banyak tipe orang. Yang bersikap terlalu baik dan terlalu manis belum berarti mereka benar-benar simpati, empati. Malah mereka akan jadikan semua pengetahuan mrk ttg kita dan permasalahan kita sebagai boomerang utk menjatuhkan kita. Memutar balik fakta. Tidak harus berbuat buruk untuk diperlakukan buruk, tidak harus jadi orang jahat untuk mengalami kejahatan, tidak harus mengganggu untuk kemudian diganggu.

Bagiku sekarang orang fobia sosial sebenarnya adalah orang baik tapi lemah jiwanya yang berontak dengan sikap-sikap buruk dan jahat dari orang-orang lain yang umum ada di luar sana, dimana-mana, dg cara mengasingkan diri mereka. Bahkan secara pribadi aku beranggapan jumlah orang jahat akalnya lebih banyak dari orang baik, yg tahu menjaga perasaan orang lain. Dan aku tidak mau terpengaruh dengan kenegatifan yang jumlahnya lebih banyak di luar sana. Aku tetap harus jadi positif di tengah orang-orang negatif. Aku tetap harus jadi orang baik di tengah-tengah orang jahat.

Pengalaman pahit dalam hidup membuat ku sll waspada. Belajar dari pengalaman, terus memperbaiki diri, lebih banyak mengingat tuhan, beribadah semampuku, menjaga sikap ku. Karena suatu saat aku akan kembali kepada tuhan. Hidup cuma sebentar. Tidak lama ku alami ini semua. Ku pasrah saja.

1 comment: