Thanks admin for allowing me sharing my story.
Background :
24 juli 2017 sore hari, mendadak sakit perut bagian dalam kanan atas, di bawah tulang rangka, saya kira masuk angin, tapi kok makin dibiarin makin sakit, langsung gak banyak mikir, pergi ke dokter spesialis pnyakit dalam.
Setelah menjalani tes darah, urine dan USG, saya di nyatakan harus di rawat inap, dan disarankan utk segera dioperasi, karena batu empedu.
25 & 26 juli 2017, saya menjalani masa observasi, termasuk diskusi dengan dokter bedah yang khawatir karena menurut beliau, kadar darah putih saya sudah lumayan banyak jumlahnya.
27 juli 2017, saya menjalani operasi pengangkatan kantung empedu dan usus buntu, diangkat kantung empedunya, karena menurut hemat dokter, itu satu satunya cara yang efektif, agar saya bisa sehat lagi, dan tidak kambuh lagi, karena di masa datang jika tidak diangkat, dikhawatirkan jika batu empedunya muncul lagi, berarti saya harus keluar duit lagi untuk operasi.
Awalnya saya gak mau diangkat, tapi setelah melalui proses dialog panjang, dan diyakinkan bahwa hidup tanpa kantung empedu akan baik-baik saja, akhirnya saya pasrah. Selain itu saya gak punya pilihan lain, kondisi saya sudah pucat dan lemas (kulit mulai menguning)
Flashback :
Jauh sebelum kejadian tgl 24 juli 2017, saya sudah langganan masuk UGD, keluhanya, tiba-tiba bangun di tengah malam, setiap meludah berwarna keruh (coklat tua) tenggorokan serasa asam, muntah-muntah dan berakhir di UGD.
Selama setahun belakangan, saya sering sekali menderita sariawan, dan di titik yang sama, mulut saya bau, dan setiap habis sikat gigi, selalu gusi saya berdarah.
Sudah gonta ganti pasta gigi, tetep aja, selalu berdarah.
Nah, saat saya masuk UGD biasanya saya disuntik (entah obat apa ) dan di berikan obat maag, seperti inpepsa/sucralfate (3x1)dan lancid 30mg(1x1). Ada juga domperidone/ranitidine dalam bentuk tablet hisap.
Saat itu saya mengira saya hanya memiliki penyakit maag, sebab sering banget masuk UGD. Apalagi ditambah saat terakhir saya masuk UGD di salah satu rumah sakit di daerah ciputat, saat saya merayakan ulang tahun teman, makan-makan lalu tiba-tiba muntah-muntah, akhirnya saya diantarkan teman ke UGD, dan dia sendiri dengar dari mulut salah satu dokter bahwa saya menderita maag akut.
Dalam kurun waktu 2 tahun, saya memilih satu rumah sakit, sehingga medical record saya tercatat rapi, setiap kali masuk UGD, dokter langsung tau hanya dengan melihat data saya di layar komputer.
Singkat cerita, pasca operasi saya diharuskan meminum 2 macam obat :
1. Obat pasca operasi dan anti biotik
2. Obat maag, inpepsa dan lancid
Penasaran terhadap obat yang harus saya minum, saya nekat nanya sama dokter saya, mengapa saya harus minum inpepsa/sucralfate dan lancid.
Singkat cerita lagi, dokter bilang itu obat maag, dan lancid obat GERD.
Saya bingung GERD itu penyakit apa? Mengapa setiap minum dua obat itu, perasaan saya malah gak karuan, bahkan saya baca di lembar informasinya salah satu efek sampingnya, inpepsa dapat menyebabkan cemas, diare dan gangguan panik, dll.
Selama dua minggu masa pengobatan setiap menjelang malam (sore dan magrib) saya ngerasa pengen mati, setiap ketemu orang bawaanya minta maaf, saya kesal, kenapa dokter gak pernah ngasih pengarahan bahwa orang pasca operasi akan mengalami kondisi seperti saya, cemas, sesak nafas/hiper ventilasi, jantung berdetak dan seperti skip/anjlok, tidak bisa tidur merasa ruangan menjadi sempit, dll.
Setiap menuju malam, saya seperti orang gila, gak berani masuk rumah, dan bisa tiba-tiba sesak nafas. Bikin panik seisi rumah.
3 minggu gak ada perubahan, saya ke rumah sakit hermina depok, lagi-lagi dokter meng'iya'kan bahwa LANCID memang obat GERD.
Minggu ke 4, saya periksa ke dokter rumah sakit St. CAROLUS BSD bertemu dengan Dokter spesialis GERD, beliau minta saya di endoscopy, sementara saya gak menyanggupi karena biaya mahal.
Akhirnya sampai saya pada satu kesimpulan, mengapa saya dibilang menderita penyakit GERD sedangkan saya belum pernah di endoscopy, darimana dokter tau saya kena GERD ? Apakah saat saya di operasi, dokter mengintip sedikit melalui kamera ?
Entahlah. Dalam keadaan bingung namun tetap berusaha menggunakan logika.
Obat GErD dan maag, saya hentikan, saya gak minum lagi, saya amati, ternyata gak apa-apa, bahkan maag saya baik-baik saja, tidak ada gejala begah, sakit dan gejala lain.
Setelah berhenti minum obat maag dan GERD (inpepsa dan lancid) saya merasa sedikit membaik, hanya cemas, jantung berdetak, dan tenggorokan mengganjal yang masih menyiksa.
akhirnya saya di sarankan dokter THT untuk ke bagian kejiwaan, sebab, setelah saya mengeluh kepada doter THT bahwa tenggorokan saya terasa ada yang mengganjel dan setelah diperiksa tidak ada apa-apa, akhirnya saya yakin betul, bahwa penyebab semua ini bukan karena masalah di dalam perut, tapi ada konslet di otak saya.
Dari. Dokter spesialis kejiwaan saya di berikan 2 obat.
1. Obat anti cemas/racikan (2x1)
2. Obat depram (merk dagang DEPRAM 10 mg) (1x1 diminum sebelum tidur)
saya sempat adu argumen, apa hubunganya, semua keluhan saya seperti : cemas, panik, sesak nafas, sariawan, tenghorokan ganjel, dll dengan pikiran saya.
Dokter hanya meyakinkan agar saya mengikuti beliau, dan hasilnya memang benar, setelah mengkonsumsi secara rutin selama satu bulan, kondisi saya menjadi lebih baik.
Hingga kini, saya masih tetap mengikuti arahan dokter, saya tahu betul kondisi saya sudah tidak fit seperti dulu lagi, untuk itu mmerlukan bantuan tenaga ahli dan obat-obatan.
Ada hal yang membuat saya bingung, apakah sakit kantung empedu membuat kita cemas, atau pikiranlah yang membuat semua organ tubuh bermasalah, atau bahkan tidak ada kaitan antara keduanya.
Saat ini saya masih mengkonsumsi obat dari Psikiater, beliau menjanjikan bulan depan saya mulai tahap teppering off atau mengurangi dosis. Jika dan hanya jika kondisi saya semakin membaik.
Semoga dalam waktu dekat, saya bisa sembuh total, amin.
Moral dari cerita :
1. Penyakit yang saya derita ini akibat dari gaya hidup dan pola makan yang kurang baik.
2. Rokok dan kopi terbukti menaikan asam lambung saya.
3. Pengobatan ini tidak akan singkat, namun berproses.
4. Lamanya proses penyembuhan tergantung kepada banyak faktor, salah satunya penerapan pola hidup 3P (pola makan, pola pikir dan pola hidup) sangat efektif.
5. Olah raga ringan, terbukti membuat badan terasa fit, dan nafsu makan bertambah.
6. Mengkonsumsi obat sesuai aturan dapat menolong saya menjadi lebih stabil dan produktif di pekerjaan saya.
Sekian, semoga cerita singkat saya memberikan sedikit gambaran dan memicu semangat anda untuk lebih sehat lagi amin.
No comments:
Post a Comment