Sunday, October 30, 2016

Stress yang berlebih dapat mengganggu Kesehatan

Stress

Pagi tadi Alin mendadak pulang dari sekolah karena hendak bertakziah ke salah satu Ibu Guru yang meninggal di usianya yang relatif masih muda. 34 tahun meninggalkan seorang suami dan seorang anak balita. Alin meminta saya mengantarnya sekaligus memberi tumpangan kendaraan untuk beberapa orang teman sekelasnya. Jadilah si Luxio dipadati sekitar 12 anak SMP.

Sakit, kata beberapa orang yang saya ajak bicara di rumah duka ketika saya tanya kenapa. "Stres" sudah cukup lama, info lain sampai di telinga saya. Sudah berobat kemana mana, info lainnya melengkapi. Badannya sangat kurus karena disaat saat terakhir beliau tidak mau makan.

Saya teringat pada seorang klien yang saya bantu. Oleh lingkungannya dia dicap/ dilabel sebagai seseorang yang kena "guna guna". Alhamdulillah satu sesi saja membuatnya bisa mengendalikan pikirannya sendiri dan otomatis mempengaruhi tindakan dan tingkah lakunya. Bukan karena saya sebagai terapis yang hebat. Tapi keinginan kuat dan komitmennya yang membuatnya sembuh. Saya hanya membantunya secara profesional dengan apa yang sudah saya pelajari.

Kata "stres" biasanya digunakan sebagai satu kata yang mengungkapkan berbagai arti. Mungkin kumpulan beberapa emosi negatif seperti sedih, marah, kecewa, bosan, dll. Atau sebagai kata pengganti dari beberapa emosi yang definisinya belum detail diketahui. Ini salah satu alasan sekarang makin gampang seseorang bilang: "aku stres.."

Kalau boleh jujur, ada sedikit rasa bersalah yang saya rasakan. Kalau memang "stres" yang jadi penyebab meninggalnya ibu guru anak saya, saya menyayangkan karena belum mendapat kesempatan untuk mencoba membantunya. Banyak yang membutuhkan terapi dengan hipnoterapi dan atau coaching, tapi belum mendapat info yang cukup. Rasa bersalah saya adalah karena saya pun belum benar-benar membuka diri mengumumkannya.

Terlepas semua adalah kehendak dan takdir Nya. Selamat jalan Bu Guru.

No comments:

Post a Comment