September 2019 aku merasakan anxiety berat. Semua berawal dari lengan dan telapak tangan yang kebas saat pulang kantor setiap hari. Kukira aku akan terkena penyakit jantung atau stroke setelah googling penyakit.
Karena anxiety yang tinggi, asam lambung pun naik, sejuta sensasi dan anxiety mendatangi ku, sakit di bawah dada kiri dan kanan, nyeri dada tengah agak ke kiri/kanan, di ulu hati, heartburn, sakit di ketiak, di leher, seperti ditusuk duri, seluruh badan menggigil dingin,. Aku pun mulai googling lagi, semakin bertambah lah anxietyku. aku mulai sering merasa mau end, takut kemana-mana, takut ini itu. Bahkan ke kantor pun aku takut. Sempat terpikir mau resign, tapi nanti anak istriku bagaimana? Siapa yang membayar sekolah dan mengaji anakku? Siapa yang menafkahi mereka?
Akhirnya ditemani istri aku Shopping dokter, tes darah, USG perut pun kulakukan dengan biaya yang sangat mahal. bahkan internist terakhir pun membaca hasil USG perut dan hasil tes darah berkata, "bapak ini sehat-sehat saja!!" Malah setelah aku cerita, aku suka googling penyakit, aku dimarahi olehnya karena sekarang banyak sekali penyakit takut sakit (hipokondria) akibat googling yang tak terkendali tentang gejala penyakit.
Setelah dia meyakinkan aku sehat (meski fisik rasanya gak karuan akibat sejuta sensasi) aku pun pulang ke rumah. Niatku resign akhirnya kubatalkan setelah beberapa hari izin sakit.
Esok pagi pun, aku takut end dan takut berangkat ke kantor, akhirnya kupaksakan setelah ingat kata internist bahwa aku sehat sehat-saja. Alhamdulillah ternyata aku bisa ngantor, namun itu hanya awalnya saja. Di kantor, aku jadi cemas ketinggian, cemas dingin, takut dimarahin bos. stress pun meningkat dan badan semakin gak karuan.
Di rumah, tidur pun tak nyenyak, kadang gak tidur semalaman, selain itu, aku hanya bisa tidur 1-2 jam setiap malam, tidur jam 10 bangun jam 12 dan tidak tidur sampai pagi. stresku pun smakin tak terkendali.
Panick attack pertamaku muncul saat sholat di musholla yang dingin, sontak aku lari keluar musholla (untung sholatku sendiri dan tidak berjamaah hehe). Aku dilanda cemas level paling tinggi yang pernah kurasakan. Sampai aku kebingungan bagaimana nanti caranya pulang kantor. Akhirnya setelah 2 jam mencoba menenangkan diri dan cemas udah mulai turun, aku memberanikan diri pulang.
Aku pun ke internist lagi, oleh internist aku divonis GERD dan stress, diberi lanzoprazole dan alprazolam 0.5mg.
Setelah obatnya habis, badanku semakin gak karuan, kutelepon bapakku dan kuceritakan semua, kata bapak nenekku ketergantungan alprazolam selama belasan tahun, katanya mungkin aku ketergantungan juga.
Esoknya setelah aku kontak kenalan yang dokter syaraf dan cerita semua, katanya aku kena psikosomatis dan gangguan cemas. Gejala psikosomatis adalah nyeri yang hilang timbul di beberapa titik tubuh, cenderung berpindah kadang di dada, kadang di perut, kadang leher, dll. Serta asam lambung naik dan tidak bisa tidur malam.
Sedangkan gejala gangguan cemas ditandai dengan perasaan cemas mau mati, cemas akan macam-macam hal, panick attack yang muncul mendadak, serta pikiran obsesif tak terkendali dan praduga bahwa orang lain tidak suka atau punya niat jahat kepadaku.. Aku pun disarankannya ke psikiater.
Awalnya aku tak percaya aku disuruh ke psikiater, aku tidak gila, aku masih bisa bekerja, memang cemas sangat menggeluti pikiranku, namun aku masih bisa berpikir. Ia pun bilang, orang cemas memang harus ke psikiater. Biar psikiater yang menentukan kamu perlu obat atau tidak, kalau tidak maka kamu akan dirujuk ke psikolog.
Aku pun ke psikiater pertamaku November 2019, olehnya aku divonis cemas panik dan cemas menyeluruh, serta psikosomatik. Aku bertanya apa aku perlu obat dan dibilang, aku sudah tidak bisa tidur 2 bulan lebih, cemas menggerogoti keseharianku, sehingga butuh obat, setelah obat bekerja, aku disuruh terapi.
Aku pun diberi clobazam 2x sehari selama 2 minggu dan disuruh pulang. Sepulang dari RS kuminum obatnya sesuai petunjuk dokter, namun rasa nyeri, jantung deg-degan, lambung tak membaik selama 2 minggu.
Aku pun kontrol dan menceritakan semua. Psikiater pertamaku kemudian memberi obat yang lebih kuat, Clonazepam dan Lorazepam 3x sehari, disuruh 3 minggu sekali kontrol. Aku pun membaik, cemas mulai berkurang, sakit di tubuh mulai berkurang, asam lambung perlahan membaik, namun efek samping obat membuatku ngantuk parah, pelupa, dan linglung selama 3 minggu.
Ketika aku kontrol 3 minggu kemudian kata dokter itu penyesuaian. aku diberi resep yang sama dan disuruh kontrol lagi. Aku juga memulai terapi kognitif bersama psikolog. Terapi ini sangat bermanfaat karena merubah pola pikir, mengajari cara mengontrol kecemasan, mengontrol pikiran obsesif, dan lainnya rutin selama sebulan sekali..
Merasa belum membaik dan efek samping yang tidak nyaman, aku pindah psikiater. Oleh psikiater kedua, aku diberi dogmatil, escitalopram, dan lorazepam dilanjutkan setiap malam. obat ini membuatku lebih kacau, bahkan paling parah sepanjang sejarah anxiety ku.
Aku ingin stop minum obat tapi istriku bersikeras obatnya harus diminum. 2 minggu pertama minum obat serasa mimpi buruk, semua sensasi fisik dan psikis terasa 2x lipat tapi aku pasrah dan mencoba mengendalikan diri dengan menerapkan terapi kognitif dari psikolog.
Setelah 2 minggu, aku mulai bisa tidur teratur selama 5-6 jam setiap malam, asam lambung membaik, dan pikiran mulai tenang kembali.
Sebulan kontrol ke psikiater, ternyata aku sudah mulai disuruh TO, Lorazepam yang awalnya satu pil, disuruh dibagi 2, dogmatil diminum 2 hari sekali karena aku cerita kondisiku membaik. penyesuaian secara fisik dan psikis terasa di minggu awal TO, kemudian aku perlahan membaik.
Aku percaya,ada saatnya aku stop obat dengan bantuan psikiater dan psikolog. Aku akan terus berjuang untuk sembuh demi keluargaku.
Semangat pak.
ReplyDeleteSemangat pak, saya juga sedang merasakannya
ReplyDelete#honjais
#honja