Thursday, January 10, 2019

Pengalaman divonis Gerd Seumur Hidup karena Tanpa Kantung Empedu

Penyakit Batu Empedu

BELAJAR IKHLAS

Kemaren ada teman yang nanya "gimana mbak bisa sanggup dengan penyakit mbak?",
Kebetulan saya sempat mem post perjalanan penyakit saya di blog. Ternyata saya tidak hanya Gerd & Maag tapi juga Batu Empedu

" Ikhlas mbak " ,jawab saya.

Memang ikhlas tak segampang saat kau mengatakannya, mungkin karena itu sulit sekali mencari ikhlas di film "Kiamat sudah dekat", yang aktornya Andre Taulani.

Ikhlas yang saya dapat pun tak segampang kata itu, ingat perjuangan dulu juga, berjuang untuk ikhlas menerima yang telah terjadi.

Perjalanan "ikhlas" saya dimulai tahun 2015, tepat nya pertengahan februari, saat itu anak pertama saya Khansya dinyatakan terkena SN (Sindrome Nefrotik), bahasa awamnya ginjal bocor, pasti lah orang langsung skeptis dengar "ginjal bocor", gak kok, bukan ginjalnya ngeluarin cairan karena ginjalnya berlubang, tapi protein yang dibutuhkan tubuh yang seharusnya diserap tubuh, malah bocor dan keluar lewat urine, ciri-ciri penderita SN ini, badan bengkak, darah tinggi, kolestrol tinggi, asam urat tinggi.

Oh ya pertama kali terindikasi sakit ini Khansya masih berumur 2th,tanggal 14 februari, 2 hari sebelum ulang tahunnya.

Sejak Khansya sakit, saya harus sering bolak-balik ke rs, ke dokter, bahkan ke pengobatan tradisional, sehingga tidak merasakan sinyal kondisi tubuh saya sendiri yang sering sekali mual, muntah dan nyeri ulu hati saya rasakan, tapi saya anggap biasa, itu pasti penyakit lama yang kambuh, sakit maag yang saya derita sejak masa sekolah dulu.

Sejak masa sekolah memang sering merasa nyeri ulu hati, mual dan muntah, tapi dianggap biasa karena itu penyakit khas yang ada di keluarga besar saya, paling minum obat maag macam Antasid saja, kadang-kadang kalau antasid tak bereaksi atau sakitnya gak berkurang, saya ikatlah perut pakai kain panjang agar tetap bisa tidur.

Sejak hamil Khansya, sekitar tahun 2012, ada penyakit yang sering menyapa, kata orang banjar "menyamak", sakit dada kanan/kiri,nembus ke belakang, kaya ditusuk-tusuk, kalau sakitnya datang, rasa kaya dekat sudah dengan kubur.

Tapi anehnya sakit itu bisa menghilang tiba-tiba seperti datangnya yang tiba-tiba juga, kalau setelah minum obat gak ada perbaikan, saya manggil Kakek seberang yang bisa ngobatin penyakit menyamak ini, biasanya di doa-doa in, dan dikasih minum yang sudah didoa-doain.

Awalnya mujarab saja, bahkan saat saya hamil anak ke 2 di tahun 2014, sakit saya semakin sering dan rasa sakitnya semakin lama, masih saja saya minta diobatin Kakek seberang. Selain pengobatan doa-doa itu saya juga sering periksa ke dokter, tapi hasil nya tetap sama sakit maag, jadi kalau sakit itu mendera, saya sering ngikat perut karena gak sanggup.

Nah kembali di cerita semula, kenapa saya bisa ikhlas, dengan penyakit yang awalnya saya kira hanya sakit maag biasa.

Sejak ngurus anak keluar masuk rs saya mulai kembali merasa sensasi sakit itu, semakin berat, dan lama, padahal dulu cuma dirasa saat hamil saja, jadi saya kira karena tekanan perut atau hormon.

Sambil ngurus anak yang sakit, saya tetap berobat, karena kalau ibu nya sakit juga, siapa yang ngurus anaknya? Seperti awal cerita, tetap saja diagnosanya maag.

Hingga awal tahun 2017, dokter menyarankan USG, karena sakit saya mengarah ke penyakit batu empedu, dan hasilnya memang positif batu empedu, jadi selama ini salah diagnosa?, gak juga, karena penyakit empedu memang dibarengi dengan maag akut hingga kronis, karena empedu berhubungan dengan lambung juga. Setelah beberapa kali konsultasi ke dokter penyakit dalam, dokter meminta konsultasi ke dokter bedah, karena mencoba dengan obat tetap gak ada perubahan.

Kok saya cemen ya? sakit perut saja harus ke dokter ganti-ganti,? Itu pemikiran Anda yang tak tau gimana rasa sakitnya, sakitnya gimana?

Campuran antara pembukaan 8 mau beranak, ditambah dada kanan nusuk-nusuk sampai nembus belakang, dibarengi mual dan muntah, ditemani perih ulu hati sampai naik tenggorokan, pokoknya sakitnya ramai sekali.

Awal konsul ke dokter bedah tetap sama minum obat saja, dibarengi diet empedu, diet rendah lemak, minyak dan kolesterol, pokoknya bey bey makanan enak.

Di konsultasi yang ke dua lah membuat saya galau..., dengan dokter berbeda.

Dokter: "mbaknya harus di operasi"

Saya: "kata dokter sebelumnya gak perlu dok"

Dokter : "orang mbaknya nanya, kalau mbak kenapa-kenapa, apa dia mau tanggung jawab?"

Saya : "emang kenapa dok"

Dokter : "gini loh mbak, itu sakit mbak memang sekarang gak ada masalah, cuma sensasi sakitnya saja, tapi kalau ada komplikasi, bisa nyerang hati dan organ lain"

Saya : "kata dokter yang kemarin asal saya jaga makanan gak akan komplikasi dok..."

Dokter : "saya, mbak, sama perawat saya, kita kan sama sama manusia, makanannya sama juga, kenapa mbak bisa sakit kalau makan yang berlemak, sedang saya gak?, berarti bukan makanannya masalahnya, tapi mbaknya kan?"

Saya : "ya saya tau itu, apa memamg harus operasi dok?, apa gak bisa obat saja?"

Dokter: "kalau obat lebih berguna ngapain saya nyaranin operasi,?"

Saya : " ya udah dok, saya konsul sama suami dulu"

Dokter : "oke saya tunggu keputusan Anda"

Yang paling buat saya bengong adalah kalimat terakhir dokter itu...
"Kalau mbak gak operasi, kumpulun duit saja banyak-banyak, siapin buat tahlilan"
Saya jadi bingung, itu dokter yang keterlaluan, atau saya yang terlalu mudah tersinggung?.

Akhirnya saya nolak operasi, dan dokternya pun wajahnya sekecut ampelam belum masak, saya punya alasan nolak operasi, bukan sekedar karena takut pisau, tapi yang saya baca, operasi empedu tidak sekedar buang batu nya saja, tapi kemungkinan besar mambuang empedunya sekalian, dan saya ngeri setiap saya baca post orang orang tanpa empedu.

Saya memutuskan untuk pengobatan herbal, seperti minum Kecibling, makan Apel, Garam inggis, dibarengi dengan hidup sehat, makanan dijaga dan olahraga teratur. Hasilnya luar biasa, selain gak sakit lagi, body saya jadi langsing kayak masih perawan, layaknya gitar spanyol mungkin.

Hampir setahun saya gak ngerasakan sakit itu, hingga awal 2018, sakit itu menyapa lagi,
Mungkin dikarenakan saya tak menjalani hidup sehat sejak Khansya sering kambuh dan harus di Kemoterapi, bolak-balik Rs, membuat saya jajan sembarangan, males olahraga dan stres,
Saki saya semakin parah dari dulu, bahkan sekarang saya harus menahan sakit itu 8-10 Jam, padahal dulu paling lama 3/4 jam.

Pemeriksaan terakhir membuat saya harus menginap di rumah sakit, padahal selama sakit dulu paling ke Ugd saja, diberi antibiotik dan obat anti nyeri, kalau sakitnya reda ya pulang. Kata dokter, empedu saya mengalami radang, jadi harus diberi antibiotik berulang-ulang.

Saat itu pun dokter menyarankan operasi, dan saya menolak lagi....

Sejak itu saya mencoba hidup sehat dan olahraga lagi, berharap bisa sembuh kembali, sambil ngurus anak yang harus kemoterapi 1× sebulan di rumah sakit yang sama tempat saya berobat. Alhamdulilah walaupun anak saya baru berusia 5th, dia memahami ibunya, kalau ibunya lagi kambuh, dia diam saja, walaupun dia sedang dirawat di rumah sakit dia tidak manja, bahkan pernah pas kunjungan dokter ke ruangan, saya lagi kambuh, muntah-muntah di toilet, anak saya dengan santai ngobrol sama ibu dokter.

Demi untuk menjaga anak saya, karena bapaknya harus kerja, saya harus minum obat penahan sakit tingkat tinggi, demi bisa ngurus anak, obatnya memang gak dijual di pasaran, namanya Tarmadol, saya baca di mbah google, ini obat anti nyeri tingkat tinggi yang sering disalahgunakan oleh anak anak muda agar bisa terbang. Kalau saya yang minum, benar-benar luar biasa, setengah jam pasca minum, sakitnya semakin menjadi-jadi,saking sakitnya sampai mau nusuk perut sendiri pakai pisau, tapi setelah itu reda seperti tak ada sakit sebelumnya, hanya saja badan lemes dan gak ada tenaga saja, bahkan awal pertama minum, gak bisa bangun dari tempat tidur seharian.

Karena tak tahan sakitnya,dan kasian dengan anak yang sering terlantar kalau lagi kambuh akhirnya saya putuskan operasi, tapi karena saya sempat nolak operasi, saya jadinya dapat daftar tunggu hingga bulan agustus, tanggal 22 Agustus,berarti 4 bulan kemudian.

Selama menunggu 4 bulan membuat saya makin galau dan stres, mau nya sih cepat operasi, tapi tanpa BPJS, biaya operasi nya saja mencapai 40 jt an, belum biaya ruangan, dokter, obat, konsul pasca operasi dll.

Selama menunggu jadwal operasi saya harus bolak-balik rumah sakit, mulai dari konsul yang tak terhitung,masuk Ugd sampai 8 kali (kalau si tramadol gak mempan), masuk rs 4kali dalam 2 bulan, sempat masuk rs karena urine dan kulit warna kuning, kata dokternya ada penyumbatan di hati, sempat mau operasi di rs lain yang bisa pakai bpjs, dan antrinya cuma 10hari ,eh pas pemeriksaan kata dokternya udah terlambat, udah komplikasi harus dengan dokter yang ahli, dan dokternya hanya ada di rs yang antri 4 bulan itu.

Stres yang berkepanjangan membuat saya mencoba banyak cara, salah satunya minum kelapa muda, emang berhasil, ngontrol sakitnya, tapi karena merasa badan enakan, saya puasa ramadhan, karena trauma makan ini itu, akhirnya bulan puasa malah makannya gak teratur, masuk Rs lagi karena maag kronis nya.

Kemudian suami bilang "ikhlas mah, sudah mah, ikhlasin saja semuanya, gak usah mikirin dunia lagi, gimanapun kamu mikir, gak akan ngerubah keadaan, jadi gak usah kebanyakan mikir, hanya buat kamu pusing, mending kamu fokus saja dengan apa yang kamu senangi, lupakan sakit kamu, dan aku tau, kamu itu kepikiran anak-anak, kalau kamu kenapa-kenapa, gimana anak-anak, percaya sama papah, aku gak akan menelantarkan anak-anak"... kalimat yang menyejukan hatiku, kecuali kalimat terakhirnya.
"Paling papah nyariin mereka mamah baru" bikin saya....

Ya setelah saya mencoba ikhlas, dengan semua yang terjadi, saya mulai tenang walau itu tak merubah diagnosa sakit saya, tapi entah kenapa sakit saya gak terasa lagi, bahkan sampai beberapa hari sebelum operasi, bahkan saya sempat mau membatalkan operasi.

"Emang mbak sakitnya gak terasa, tapi dari USG
Empedu mbak udah radang parah, takutnya kalau dibiarkan bisa bocor, kalau bocor ya nyebar racun keseluruh tubuh mbak" kata dokter bedahnya....

Tanggal 22 agustus tahun 2018, saya akhirnya operasi pengangkatan kantong empedu karena saat pengecekan, kantung sudah rusak dan tak bisa diselamatkan.

Saya sekarang hidup tanpa empedu, dan cairan hati/empedu yang seharusnya melalu kantung empedu, sekarang langsung menetes ke lambung, karena itulah saya tervonis seumur hidup Gerd atau maag akut/kronis.

Tapi saya happy karena ALLAH memberi saya kesempatan hidup tanpa merasakan sakit lagi

No comments:

Post a Comment